Ini Alasan Pemerintah Ngutang ke Jepang Untuk Bangun MRT DKI

Ini Alasan Pemerintah Ngutang ke Jepang Untuk Bangun MRT DKI

Jakarta – Pembangunan transportasi mass rapid transit (MRT) DKI Jakarta senilai Rp 15 triliun didapat lewat utang dari Japan International Cooperation Agency (JICA). Kenapa harus berutang?

Deputi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Luky Eko Wuryanto menyatakan, utang yang didapat pemerintah dari Jepang sangat murah.

“Kita punya kapasitas fiskal yang jauh lebih murah jatuhnya,” ungkap Luky usai acara Forum Transportation di Hotel Mulia, Jakarta, Kamis (6/12/2012).

Luky mengatakan, skema pembiayaan proyek MRT menggunakan pinjaman lunak (soft loan), dengan bunga yang lebih kecil bila dibandingkan dengan pinjaman dari bank dalam negeri.

“Kalau pake utangan dalam negeri jauh lebih mahal. Kalau luar negeri bunganya 0,2% itu kecil sekali, pengembaliannya 30 tahun. It’s almost nothing, it’s very very cheap (hampir tidak ada bunga, itu sangat murah).” tegas Luky.

Lebih lanjut, dia juga mengatakan, proyek MRT ini tidak dapat menggunakan APBN sekalipun, proyek senilai Rp 15 triliun ini masuk ke dalam program Metropolitan Priority Area (MPA) yang dicanangkan pemerintah. Juga dengan pertimbangan akan ada kecemburuan sosial dari masyarakat luar Jawa jika dana APBN banyak digunakan untuk pembangunan daerah Jawa khususnya Jakarta.

“APBN kan terbatas, bayangkan akan protes masyarakat di Indonesia timur, dan Indonesia lain kalau APBN semua dialokasikan untulk Jakartan nggak mungkin kan,” papar Luky.

“Jadi kalau ada kemampuan untuk meminjam, kenapa tidak dimanfaatkan” sambungnya.

Dihimpun dari berbagai sumber, selama ini payung hukum proyek MRT antara lain Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pendirian PT MRT Jakarta dan Perda Nomor 4 Tahun 2008 tentang Penyertaan Modal ke PT MRT Jakarta. Dalam aturan itu operator MRT adalah PT MRT Jakarta yang berfungsi sebagai pihak yang membangun, mengoperasikan, dan memelihara MRT.

Selain itu ada Perda No.4 Tahun 2008 mengatur penggunaan permodalan yang dipinjamkan JICA, yaitu menerima setoran modal dari Pemprov DKI sebesar 58% dari total pinjaman dari JICA, dan pinjaman pemerintah pusat 42% dari total pinjaman yang diteruskan ke Pemprov DKI lalu oleh Pemprov DKI ke PT MRT Jakarta.

Total dana yang dibutuhkan untuk proyek MRT tahap I sebesar Rp 15 triliun. Dana pinjaman itu harus dikembalikan dengan bunga 0,2% dan 0,4% dengan jangka waktu pengembalian 30 tahun plus 10 tahun.

Jaringan MRT Jakarta ada dua, antara lain koridor satu Lebak Bulus hingga Kampung Bandan. Koridor dua dengan jalur Timur ke Barat, mulai dari Balaraja hingga Cikarang.

Proyek MRT tahap I antara lain Lebak Bulus-Bundaran HI di antaranya sebanyak tujuh stasiun berada di permukaan tanah yakni Lebakbulus, Fatmawati, Cipete Raya, H Nawi, Blok A, Blok M, dan Sisingamangaraja. Sisanya, enam stasiun di bawah tanah atau subway terletak di Masjid Al-Azhar, Istora Senayan, Bendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas, dan Bundaran HI.

banner 468x60

No Responses

Tinggalkan Balasan