Kurator Jangan Berlagak Seperti Advokat
Jakarta (BERITAINFORMASIcom) – Kurator adalah kurator. Advokat adalah advokat. Kurator dan advokat adalah profesi hukum yang berbeda meskipun seorang kurator rata-rata juga berprofesi sebagai advokat.
Berprofesi ganda bukanlah suatu hal yang dilarang. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. M.01-HT.05.10 Tahun 2005 telah menentukan syarat yang bisa menjadi kurator. Salah satu persyaratannya adalah seorang sarjana hukum atau sarjana ekonomi jurusan akuntansi. Begitu pula halnya dengan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang tidak melarang advokat menjadi kurator.
“Double profesi itu biasa saja. Bekerja lebih dari satu itu bisa,” tutur Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) Ricardo Simanjuntak.
Persoalan baru timbul ketika kurator berlagak seperti advokat. Sebab, dua profesi ini memiliki gaya kerja yang berbeda. Gaya kerja advokat adalah dengan memihak dan bertindak atas nama kliennya dalam mencari kebenaran hukum. Sebaliknya, kurator bekerja untuk kepentingan budel pailit. Jika budel pailit maksimal, kreditor akan mendapatkan pembayaran maksimal, beban debitor menjadi ringan, dan kurator mendapatkan pembayaran yang layak pula.
Lantaran kurator memiliki kewenangan dalam menguasai budel, Ricardo melarang kurator untuk bersikap suka-suka. Harus ada sikap kehati-hatian dari kurator. Soalnya, ada contoh kurator yang langsung menyegel aset dan bongkar paksa aset tanpa dihadiri debitor.
Kurator Andrey Sitanggang juga mengingatkan agar kurator tidak bersikap seperti advokat meskipun karakternya mirip dengan advokat. Peringatan Andrey agar kurator bersikap profesional lantaran praktiknya banyak kurator dicurigai tidak bersikap profesional.
Tudingan ini muncul karena ada persepsi yang salah dari pihak termohon pailit. Termohon pailit sudah beranggapan kurator akan berpihak pada pemohon pailit karena pemohon pailitlah yang menunjuk kurator tersebut. Ada kesan kurator menjadi advokat tanpa sadar, yaitu membela siapa yang menunjuk. Padahal tidak, kurator itu lebih ke mediator dan independen.
Atas hal ini, Andrey menegaskan untuk kembali ke asas. Asasnya adalah kurator berpihak kepada budel pailit. Dengan demikian, seluruh kepentingan para pihak dapat terakomodasi, seperti kreditor, debitor, kurator, karyawan, bahkan negara.
“Ya memang itulah tantangannya karena banyak profesi mulia itu tercederai oleh oknum. Ya oknumlah karena cita-citanya itu tidak seperti itu,” tutur Andrey dalam kesempatan yang sama.
Menjawab persoalan ini, Andrey berpendapat profesi kurator tidak perlu dipisah dari advokat. Advokat masih dapat berprofesi menjadi kurator. Persoalan yang penting adalah bagaimana seorang kurator dapat bersikap menjadi kurator yang profesional. Lebih lagi, kurator juga dibatasi maksimal 3 kasus dalam satu periode.“Manajemennya ini yang harus diperhatikan. Dia harus orang yang komit untuk menyelesaikan kasus dengan kemampuan terbaiknya,” tukasnya.
Sebaliknya, Ricardo mengatakan pemisahan kurator dan advokat bisa jadi menjadi solusi. Sebab, ada kecenderungan sifat suatu profesi melekat ke profesi lainnya. Kendati demikian, Ricardo mengatakan hal terpenting adalah pemahaman. Pemahaman untuk bersikap profesional.
“Terkadang pasar membuat kurator sering menghalalkan segala cara. Kasus pailit paling banyak 150 kasus sedangkan jumlah kurator ada lebih dari 550 kurator,” pungkasnya.(Na/Bi/Sa/Ry)
No Responses